“Ah, tidak! Besok penjas”. Teman sekolah pasti tahu banget aku waktu di jam pelajaran olahraga. Aku menjadi sorotan, orang – orang menunggu kehadiranku, mereka sangat menantikan penampilan atau pertunjukan yang akan ku bawa. Bisa dibilang aku ini bintang, bintang jatuh tepatnya.
Kami sekelas satu persatu dipanggil berdasarkan absen untuk mempraktekan materi. Huruf pertama namaku adalah “a” dan nomor absenku adalah “2”. Ketika namaku dipanggil, semua mata tertuju kepadaku. Inilah yang menjadikan ku bintang olahraga, karena aku berubah menjadi komedian ketika praktek olahraga. Bermain sepak bola, tolak peluru, lari cepat, bola basket, itu semua tidak bisa ku lakukan dengan baik. Ada bola datang aku menghindar, 18 adalah jumlah bola meleset dari 20 peluang, pelempar bola yang buruk dan bahkan melempar kunci motor sekalipun aku ancang – ancang seperti melambungkan bola voli.
Banyak kejadian memalukan pada saat jam olahraga di sekolah. Saya adalah satu – satunya murid laki – laki yang tidak pandai berolahraga sejak SD sampai SMK. Tapi beruntung saat akhir SD sampai SMP ada teman saya yang juga tidak pandai berolahraga. Ya walaupun tidak sampai SMK, setidaknya ada teman senasib. Bukan cuma tak pandai berolahraga, fisikku juga lemah dan lambat dalam berfikir maupun bergerak sigap. Waktu kecil sering sekali terjadi saat bermain bola aku melamun dan tidak sadar bola melayang ke arahku. Kadang kena atas kepala, kena muka dan parahnya lagi kalau sudah kena dada. Entah kenapa tulangku ini gak bisa kena sembarangan. Tulang dadaku kalau sudah tersenggol keras, seketika aku sesak nafas dan seketika juga aku ramai di kerumuni orang – orang.
Ada hal aneh di keluargaku. Aku punya adik perempuan. Aku laki –laki, dia perempuan. Tapi banyak yang bilang jiwa kita tertukar karena, sifat adikku cenderung laki – laki sedangkan aku, ya taulah ~(gak mau ku sebut). Dia itu jago banget main bola! Bahkan dia bisa menang main bola ngelawan anak cowok seumuran aku!. Olahraga apapun pasti dia bisa dan aku tidak bisa, bahkan olahraga otak sekalipun yaitu catur. Kalau nakal, nakal dia, kalau marah lebih keras dia, temannya kebanyakan cowok bahkan ada beberapa kali pernah ngehajar cowok. Benar – benar bertolak belakang, mungkin guru olahraga lebih menyukai adikku dari pada aku.
Entah ada sekali atau beberapa kali adikku juga pernah menghajar anak yang suka membuli aku. Ya! Membuli. Sejak TK sampai SMP aku selalu memiliki teman seangkatan yang gemar membuli. Tapi untungnya pembulian di sekolah Indonesia tidak separah di luar negeri, paling – paling ejekan dan mengerjai. Kalau mengerjai paling biasa – biasa saja tapi kalau ejekan ini agak lumayan. Yang paling saya tidak suka itu adalah membeda – bedakan. ”Cowok kok gak bisa main bola”, “Cowok kok kulitnya putih”, keasana kemari anak - anak pada ngomong begitu.
Untungnya setelah masuk SMK semua berubah. Aku masuk jurusan yang tepat, teman sekelas bisa dibilang hampir senasib dan aku menemukan banyak kawan akrab. Kebanyakan murid cowok di kelasku itu jomblo, gak banyak tingkah dan jarang berbaur ke kalas lain. Dan akhirnya aku menemukan tempat yang membuatku nyaman, walaupun tetap saja tidak pandai berolahraga!
Tapi setelah aku magang di kota, kalau dipikir – pikir cowok kulit putih itu penting juga ya!? “HIA HIA HIA” (evil face)
Komentar
Posting Komentar